Assalamualaikum wr.wb.
Kali ini saya
akan meriview kembali materi perkuliahan Filsafat Pendidikan yang sudah saya
dapatkan di Universitas PGRI Semarang dengan Dosen Pengampu Moh Aniq KHB S.Pd.,
M.Hum. Materi pada minggu ini yaitu
masih mengenai tentang KI HAJAR DEWANTARA, Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh
pendidikan di Indonesia yang memiliki banyak pemikiran yang sangat brilian,
diantara ia mengemukakan tentang jiwa pemimpin. Pada materi kali ini saya
mengambil tema mengenali potensi diri kita dan sifat-sifat yang harus dimiliki
tentang bagaimana cara dan jiwa seseorang pemimpin.
Pada zaman
sekarang banyak orang tua yang salah mendidik anaknya dengan cara memanjakannya
sehingga mental mereka rapuh. Contoh ketika orang tua memarahi si anak dalam
kebaikan si anak akan mudah menanggis, digertak sedikit menangis, itu karna
pola kita dalam mendidik anak terlalu dimanjakan itulah yang menyebabkan si
anak menjadi lemah sifat dan kepribadiannya. Anak pada jaman milenial ini memiliki
mental yang rapuh dikarenakan oleh adanya HAM (Hak Asasi Manusia). Jika dulu
mengambil rapot adalah tanggung jawab anak namun sekarang rapot (hasil belajar)
akan diberikan ke orang tua. Sehingga anak sekarang tidak memiliki rasa
tanggung jawab dan memiliki rasa mental yang lemah. Seharusnya yang dilakukan
orang tua adalah mendewasan cara berpikir anak bukan memanjakannya. Supaya
nanti pada saat mereka sudah dewasa mereka akan terbiasa dengan cara didik
seperti itu, agar dapat melatih mental mereka di kemudian hari.
Ada 4 sifat yang harus dimiliki
oleh seorang menurut Ki Hajar Dewantara yaitu :
1.
Tetep, Teteg, Antep Lan Mantep
2.
Ngandel Kendel Kandel Bandel
3.
Ning Neng Nung Nang
4.
Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa,
Tut Wuri Handayani
Yang pertama
saya akan membahas sifat sifat yang harus dimiliki oleh seorang yaitu Tetep,
Teteg, Antep Lan Mantep
·
Tetep
Artinya mempunyai keteguhan
pikiran, tidak mudah goyah, mempunyai ketetapan pikiran dan pendapat tentang
suatu yang telah diyakininya, tidak mudah termakan isu, tidak mudah diombang
ambingkan, sikap tegas, apa yang dikatakan itu yang diyakini dan benar. Orang
yang mempunyai keteguhan pikiran artinya tidak mudah goyah, sehingga
pemikirannya berkualitas dalam hasil akhir sehingga saat disampaikan ke orang
lain akan berbobot. Pikiran yang telah diyakini kebenarannya, itu harus
dilaksanakan dalam satuan tugasnya, dengan sikap cinta kasih penuh kelembutan
dan pengertian, Masyarakat pasti menurutinya dengan hati yang senang, malahan
mereka tidak merasa diperintah atau dipengaruhi, namun malahan membantu dalam
mendukung dengan setulus dan sepenuh hati. Dalam bahasa jawa kata beliau adalah
"Menang tanpa ngasorake". Jadi kesimpulannya, tetep dapat diartikan
sebagai ketegguhan pikiiran (ada ketetapan pikiran). Keteguhan pikiran pasti memiliki
mutu yang kuat sehingga yanng lebih dihasilkan pikiran yanng lebih berkualitas.
·
Teteg
Mempunyai arti hamper sama dengan
tetep yaitu tidak tergoyahkan oleh godaan atau rayuan apapun. Godaan dan rayuan
yang sering menjatuhkan karir seseorang adalah harta, wanita dan kedudukan.
Terlalu berambisi terhadap harta, dapat menimbulkan bebagai tindakan negatif,
dapat melakukan korupsi, penyalah gunaan anggaran dan lainnya. Terlalu
berambisi pada suatu kedudukan tertentu, dapat menimbulkan terhadap harta, dapat
menimbulkan bebagai tindakan negatif, dapat melakukan korupsi, penyalah gunaan
anggaran dsb. Terlalu ambisi pada suatu kedudukan tertentu, dapat menimbulkan
persaingan yang tidak sehat dan dapat mengakibatkan masak sebelum waktunya.
Rayuan wanita, menimbulkan kerusakan pribadi, keluarga dan karir seseorang.
·
Antep
Artinya berisi, berilmu, berbobot
atau mutu yang kuat, berpengetahuan. Setiap kesempatan pemimpin harus belajar
apa saja, untuk bekal pergaulan dan keberhasilan kepemimipinan. ketika memiliki
pemikiran yang ingin dicapai. Seseorang juga harus memiliki boto atau mutu
dalam hal ini artinya memiliki ilmu yang tinggi atau berwawasan tinggi tidak
mungkin jika ingin mencapai sesuatu tidak memiliki bekal sama sekali, sama saja
pekerjaannya akan sia-sia jika bekal itu tidak di terapkan. Ki Hajar Dewantara
mengatakan, sebenarnya orang yang bijak sana itu ialah orang yang banyak
membaca. Kiranya ini benar dan dicamkan oleh generasi muda, karena memang ilmu
itu didapatkan dari buku-buku. Ilmu apa saja dibaca kalau ingin pandai. Dalam
hal ini Ki Hajar Dewantara mengatakan dalam bahasa jawa "Digdoyo tanpo
aji", artinya orang itu sakti mandraguna tetapi tidak dengan jampi-jampi
atau jimat-jimat. tetapi sakti karena ilmu pengetahuan.
·
Mantep
Artinya yakin dengan
seyakin-yakinnya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan baik. produksi
akal pikiran berkualitas dan hasil akhir. Ketika sudah memiliki keyakinan yang
kuat dan memiliki ilmu yang banyak maka hasilnya akan berkualitas. Dalam
penugasan dimanapun ditugaskan harus mantep, siap dan berangkat. Dalam hal ini
Ki Hajar Dewantara mengatakan dalam bahasa Jawa "Ngluruk tanpa bala" jadi
kita bertugas dimana saja tidak membawa bala atau pasukan, yang wajib dibawa
hanya anak istri. “
Jadi pada intinya Tetep, Teteg,
Antep, dan Mantep, artinya pendidikan adalah upaya terencana untuk membangun
ketetapan pikiran dan batin subjek didik “
Itulah sedikit
penjelasan dari salah satu Tritunggal Fatwa Pendidikan yang dicangan oleh Ki
Hajar Dewantara. Dalam hal lain kita juga harus mengenali diri melalui potensi
yang kita miliki, banyak orang yang tidak tahu potensi dirinya, tidak tahu apa
saja kelebihan yang dimilikinya. Padahal sebenarnya mudah untuk kita melihat
potensi diri sendiri. Mungkin kalian pernah terbesit sebuah pikiran apasih
potensi diri saya? Nah, berikut cara mengetahui potensi yang ada pada diri
kita.
a.
Bidang apa saja yang kita senangi.
Sesuatu yang penuh gairah dan
semangat kita lakukan. Tanpa harus diminta atau disuruh. Anda akan melakukannya
secara sukarela tanpa dibayar, bahkan anda mau mengeluarkan uang untuk apa yang
anda lakukan. Inilah yang disebut dengan hobi. Seseorang yang punya hobi
tertentu akan melakukannya dengan sepenuh hati. Misalnya orang yang hobi
memelihara tanaman, dia rajin menyiram dan merawat tanaman setiap hari. Dia
rela mengeluarkan uang berapapun untuk membeli tanaman, pupuk, alat-alat dan
semacamnya. Hobi bisa membawa kebahagiaan dan juga penghasilan. If we do what
we love, then money will follow.
b.
Bertanya kepada orang terdekat.
Orang yang paling tahu diri anda
adalah orang terdekat. Bisa orang tua, kakak-adik, saudara, keluarga, atau
teman. Merekalah yang tahu tentang diri anda dari kecil sampai dewasa. Jadi
mereka tahu apa potensi diri anda. Terkadang kita tidak menyadari potensi yang
kita miliki, perlu orang lain untuk membantu menyadarkan.
c.
Mencoba hal-hal baru.
Begitu banyak yang bisa kita lakukan
di dunia ini. Wawasan, pergaulan dan keberanian yang terbataslah yang
menghambat kita untuk melakukannya. Kita bisa mencoba hal-hal baru yang belum
pernah kita lakukan. Tentu saja yang kita lakukan tidak boleh melanggar hukum
yah. Dengan mencoba banyak hal, mungkin kita akan menemukan potensi diri yang
selama ini tersembunyi.
d.
Banyak membaca, melihat dan merasakan.
Dengan begitu akan banyak informasi
dan pengetahuan yang bertambah. Bacaan dan tontonan yang kita sukai itu bisa
jadi adalah sebuah potensi. Jika anda suka membaca perkembangan dunia komputer,
internet dan semacamnya. Anda bisa menjadi ahlinya, asalkan terus konsisten
untuk menambah pengetahuan.Potensi diri itu harus digali, sama seperti minyak
bumi. Tidak ada minyak yang berada di atas tanah. Kita harus mencari lokasi
yang tepat untuk menggali minyak. Kedalamannya pun tidak selalu sama. Ada yang
cepat ditemukan, ada juga yang perlu menggali lama karena minyaknya ada jauh di
kedalaman. Tidak ada manusia yang lahir ke dunia langsung menjadi ahli di
bidang tertentu. Semua harus diraih dengan proses. Jika anda sudah tahu potensi
diri anda, itulah modal kesuksesan. Jika anda bisa mengembangkan potensi anda
menjadi prestasi, kesuksesan sudah menanti.
Pada zaman ini pemikiran yang dimiliki
seorang manusia sangatlah berbeda dengan zaman terdahulu. Cara pandang mereka
juga berbeda dengan kemajuan pesat IPTEK dalam dunia pendidikan. Dalam
pemikiran yang bekualitas, kita bisa menyoroti fenomena yang terjadi pada
setiap anak yang sifatnya masih kekanak-kanakan. Ada 2 dalam fenomena
kekanak-kanakan yakni : fenomena manja, dan fenomena rapuh mental.
1.
Fenomena manja
Generasi millennial, atau mereka
yang lahir pada tahun 1990 ke atas, dianggap memiliki banyak sisi buruk oleh
generasi sebelumnya. Hingga kini, majalah TIME dengan tajuk "Me Me Me
Generation" - Generasi aku aku aku- tulisan Joel Stein, dengan cover
seorang gadis sedang berselfie masih kerap menjadi bahan perbincangan dan
diskusi. Baik di media sosial, jurnal kampus, ataupun secara terbuka. Majalah
itu sendiri terbit pada tahun 2013 lalu. TIME menyebutkan bahwa generasi
milenial tumbuh ke arah yang lebih buruk. Mereka narsis, penggila gadget,
egois, dan manja. Berbagai 'fakta negatif' mengenai generasi millennial pun
diungkapkan oleh majalah ini, antara lain, perkembangan yang mereka yang
terhambat "Semakin banyak orang usia 18 sampai 19 tahun yang masih tinggal
dengan orangtua," tulis TIME. Fakta negatif lainnya adalah gangguan narsisistik hampir 3 kali lipat
ditemukan pada orang-orang usia 20'an dibanding generasi yang kini berusia 65
tahun ke atas. "Mahasiswa mendapat nilai tingkat narsis lebih tinggi pada
tahun 2009 dibanding tahun 1982," menurut artikel tersebut.
Pertama-tama, apa itu benar? Dengan
hanya mengungkapkan fakta, majalah dianggap seakan-akan menilai tanpa
mempertimbangkan apa alasan yang yang mendasari fakta-fakta itu. Kedua, apakah
itu selamanya buruk? Apakah perkembangan teknologi hanya membawa perubahan
lebih buruk? Apakah sifat narsis, mencintai diri sendiri, atau sifat-sifat
serupa membawa efek negatif? Manja disini mengacu pada mereka yang masih
tinggal bersama orangtua pada usia dimana mereka seharusnya sudah berkeluarga.
Ini bukan tanpa alasan. Menurut CNN, “walau tingkat pengangguran pemuda AS
menurun biaya hidup meningkat, sedangkan gaji karyawan rata-rata stagnan.
Akibatnya, generasi millennial berjuang lebih keras dalam menghidupi diri
sendiri, dan menjadikan menabung pilihan terakhir. Mau tidak mau, banyak dari
mereka harus kembali tinggal dengan orangtua mereka.”
Ada pula anggapan bahwa generasi
millennial merupakan mereka yang tidak memahami arti dari kerja keras. Walau
sesungguhnya, ini terjadi karena peran orangtua dan wali dari generasi
sebelumnya, mengantarkan mereka memilih untuk kerja 'cerdas' dibanding kerja
'keras'. Todd Cherches dari The Hired Guns mengungkapkan bahwa secara
rata-rata, anak-anak milenial memiliki toleransi lebih rendah terhadap
birokrasi dan proses yang lama. Mereka menolak melakukan pekerjaan monoton.
Mereka fokus pada apa yang harus diselesaikan dengan mencari cara sendiri.
Dengan teknologi yang lebih maju, sering kali mereka memiliki siasat sendiri
dalam menyelesaikan pekerjaan. Artinya, mereka bukan berarti tidak mau bekerja,
namun cara kerja mereka berbeda.
2.
Fenomena rapuh mental
Fenomena yang sering dialami oleh
masyarakat saat ini salah satunya adalah Personality disorders. Personality
disorders, ketidakmampuan seseorang
untuk berperilaku dan mengatasi stress, seperti perilaku antisosial.
Gangguan-gangguan karena kecemasan
Seseorang mengalami gangguan kecemasan bila setiap saat dalam kehidupannya
sehari-hari ia selalu merasakan tegangan psikologis yang cukup tinggi, walaupun
persoalan yang dihadapi cukup ringan. Orang yang selalu cemas, kadang-kadang
akan terserang rasa panik, yaitu suatu periode ketakutan yang luar biasa
seakan-akan malapetaka besar akan terjadi. Keadaan ini akan diikuti oleh
gejala-gejala gangguan fisik seperti jantung berdegub kencang, nafas
tersenggal-senggal, keringat dingin, gemetar yang hebat, bahkan kadang-kadang
sampai pingsan. Individu yang mengalami gangguan kecemasan tidak tahu
faktor-faktor yang menyebabkan dia bertingkah laku seperti itu. Kecemasan ini
sering disebut free-floating, karena tidak jelas faktor yang menyebabkannya.
Banyaknya tekanan yang menuntut
dalam setiap kehidupan manusia, tidak dapat dipungkiri dapat menyebabkan
terjadinya stress. Namun, tidak hanya
tekanan saja yang dapat menyebabkan stress. Penyebab stress pun berbagai macam
diantaranya berasal dari lingkungan karya, lingkungan sosial, atau pun
perkembangan zaman. Dan stress juga bisa bersumber dari tekanan, konflik,
frustasi, dan krisis. Kemudian hasil dari stress tersbut dapat menimbulkan
kecemasan-kecemasan yang dapat menganggu kesehatan mental seseorang.
Dari pada kesimpulannya mengenai
fenomena yang terjadi saat ini, jika kita menyoroti pendidiikan era 90-an maka
hasilnya atau outputnya akan jelas berbeda. Pendidikan belasan tahun yang lalu
ini bisa dibilang cukup ketat, bahkan kebanyakan guru menerapkan metode
punishment atau hukuman jika para siswa tidak disiplin dalam belajar. Hal ini membuat
para siswa mau-tidakmau harus belajar dengan giat. Hal ini dikemukakan langsung
oleh Nontje Kalangi, satu diantara PNS Senior yang ada di lingkungan Pemkab
Minahasa Selatan (Minsel). "Dulu karakter kedisiplinan ditanamkan sejak
dini. Kami tidak boleh terlambat sekolah. Tak hanya kedisiplinan, budi pekerti
juga terus diingatkan sehingga kami tau apa itu sopan santun dan sangat
menghormati guru," katanya kepada Tribun Manado, Rabu (10/8).
Masih jelas diingatannya ketika tak
mampu menjawab soal dan terpaksa harus menerima hukuman. Jika tak menjawab satu
soal maka tangan kami akan dipukul sebanyak 10 kali. Orangtua tidak mengeluh
dan mempercayakan sepenuhnya ke pihak sekolah. Hal ini membuat siswa harus
belajar dengan giat dan tidak malas-malasan. Lamanya pelajaran selama enam jam
sudah termasuk istirahat. Namun pada ajaran yang diberikan oleh para guru
sangat berguna hingga saat ini. Menurutnya karakater yang terbentuk sangatlah
kuat sehingga menjadi modal baginya ketika mendapat pekerjaan. "Dengan
ajaran seperti itu siswa justru termotivasi untuk belajar. Kebanyakan angkatan
kami juga menjadi 'orang' dan bisa meraih kesuksesan masing-masing," ujar
wanita yang berprofesi sebagai Kabag Administrasi Sekretariat DPRD Minsel ini.
Sayangnya dia merasa miris dengan
output yang dihasilkan pendidikan saat ini. Terutama dalam hal moral.
"Anak-anak jaman sekarang sudah tidak menghormati guru kedisiplinan
menurun. Karakter anak tidak terbentuk dengan baik. Harusnya pendidikan budi
pekerti diprioritaskan. Tidak ada gunanya jika pintar namun moralnya
bobrok," tambahnya. Meski demikian wanita berumur 54 tahun ini sangat
setuju dengan kebijakan Kementrian Pendidikan saat ini. "Mengenai
kebijakan terbaru saya setuju. Karena kebanyakan orangtua keduanya sibuk
bekerja sehingga terkadang ketika anak dirumah mereka belum pulang dan tidak
bisa memaksimalkan pendidikandirumah. Tapi jika jam pelajaran ditambah, maka
ketika anak pulang, orangtua sudah dirumah," terangnya.
Pada saat menempuh studi, generasi
90an setidaknya pernah merasakan perubahan kurikulum oleh Kemendikbud.
Perubahan kurikulum pertama kali dilakukan tahun 1947 dan selanjutnya diadakan
beberapa kali untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan zaman.
Biasanya, kurikulum berubah karena perubahan sistem politik, sosial budaya,
hingga ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu perubahan sistem belajar yang
patut diingat adalah perubahan sistem semester ke sistem caturwulan pada
Kurikulum 1994. Tahun ajaran dibagi menjadi tigs sesi, yakni caturwulan I, II,
dan III. Ada plus dan minus dari sistem pendidikan ini. Siswa diwajibkan untuk
menempuh ujian sebanyak tiga kali setiap empat bulan. Asiknya, mereka tidak
akan bosan sekolah karena ujian selalu diiringi dengan waktu libur. Namun,
mereka juga harus membeli buku ajaran baru setiap empat bulan sekali.
Adapun masa perubahan kurikulum yang
cukup menimbulkan kebingungan, baik untuk guru maupun murid. Pada tahun 2004,
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ditetapkan untuk mengganti sistem
caturwulan kembali ke sistem semester. Berselang dua tahun, kurikulum diubah
lagi menjadi Kurikulum 2006 dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Akibatnya, siswa harus membeli buku baru. Guru pun juga harus
menyiapkan sistem mengajar baru sesuai kurikulum.
Berbica Pendidikan dan Pengajaran,
Ki Hajar Dewantara memiliki prinsip-prinsip kesadaran manusia. Antara lain
yaitu tetep-antep-mantep, momong-among-ngemong, ngandel-kendel-bandel,
ningnang-ning-nung. Prinsip kesadaran manusia harus meraih cita rasa
tetep-antep-mantep. Orang yang memiliki ketetapan atau tetep yang kuat memiliki
bobot yang tidak lemah sehingga produksi menjadi mantep sehingga ketika
disampaikan kepada orang lain menjadi berbobot. Apabila sesorang memiliki
keyakinan yang kuat dasar yang kuat maka akan memiliki bobot atau kekuatan
terhadap apa yang disampaikan kepada orang lain. Sehingga orang lain yang
menerima akan manteb terhadap apa yang di dapatkannya. Sebaliknya jika tidak
atau kurang memiliki keyakinan yang kuat atau tetep maka yang disampaikannya
juga tidak akan berbobot tidak dapat berpengaruh terhadap pendengar.
Kesadaran manusia lahir dari
kesadaran diri sendiri. Dari kesadaran diri sendiri maka akan mengenal
Tuhannya. Di era sekarang banyak yang belum memiliki kesadaran diri sendiri
yang berakibat menuhankan dirinya sendiri. Berbuat sesuai dengan keinginannya
tanpa menyadari yang dilakukan merupakan hal yang benar atau salah. Banyak
kasus yang tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain
seperti guy, lesbian, LGBT dan lain sebagainya. Mereka bertindak berataskan hak
sebagai manusia. Berbuat sebebas-bebasnya tanpa ada batasan tanpa ada kesadaran
diri. Berpegangan dengan HAM yang sekarang di dewa-dewakan di Indonesia. “HAM
merupakan produk ateis yang tidak percaya dengan Tuhan. Mereka menciptakan HAM
dengan berkedok melindungi hak-hak manusia.” Ujar Dosen Filsafat Pendidikan Moh Aniq KBH, S.Pd., M.Hum.
Menurut saya hal itu sangat berhubungan erat.
Jikalau HAM merupakan produk dari ateis yang tidak percaya akan Tuhan lantas
perilaku-perilaku yang menyimpang seperti diatas merasa menang dengan
berpegangan dengan dengan HAM bahwa mereka mempunyai hak, disitulah kesadaran
diri sendiri hilang. Mereka sudah tercuci otaknya sehingga tidak lagi mengenali
diri sendiri, tidak lagi memiliki kesadaran diri. Sedangkan dari kesadaran diri
sendiri itulah maka akan mengenal Tuhannya. Mereka dibuat untuk tidak mengenal
Tuhannya. Seperti kaum ateis yang tidak percaya Tuhan. Bahwa apa yang di
katakan oleh Bapak Aniq saya rasa benar bahwa HAM merupakan produk dari ateis.
Banyak kasus mengenai seorang Guru yang dilaporkan polisi akibat kasus
penganiayaan terhadap siswa.
Karna berdalilkan HAM, anak yang
menerima sedikit kekerasan atau merupakan bentuk kedisiplinan yang dilakukan
oleh guru mengadu kepada orang tua yang selanjutnya orang tua tidak terima
anaknya menerima kekerasan dan berakhir guru dilaporkan ke polisi atas tuduhan
kekerasan terhadap anak. Anak zaman milenial yang sudah terpengaruh dengan
gadget memiliki sifat yang manja, tidak takut dengan orang yang lebih tua. Pada
zaman dulu anak yang mendapat hukuman dari guru mereka akan sangat takut bahkan
lebih keras dari yang diterima anak sekarang. Anak zaman dulu ketika mendapat
hukuman dari guru kemudian mengadu dengan orang tua justru akan di marahi oleh
orang tuanya tidak akan mendapatkan pembelaan sama sekali.
Berbeda dengan sekarang, anak yang
mengadu ke orang tua kemudia orang tua tidak terima anaknya diperlakukan
seperti itu dan melaporkan pihak guru ke polisi, anak tersebut akan merasa
bangga, merasa puas karna sudah mendapat pembelaan. Nah inilah produk dari HAM,
seseorang akan menuhankan dirinya sendiri. Bertindak sebebasnya tanpa ada
batasan-batasan. Berlaku sesuai dengan keinginannya tanpa mengenali dirinya
sendiri. Melakukan hal-hal yang menurutnya itu benar, menuruti nafsunya tanpa
berfikir sehat. Mereka berfikir dan melakukan hal tersebut dengan tidak
melibatkan Tuhan di dalamnya. Sehingga mereka tidak dapat mengenali diri
sendiri.
Terima Kasih, dan semoga bermanfaat J
Wassalamualaikum wr.wb.
Dikutip dari : Perkuliahan Bapak Aniq pada mata kuliah
Filsafat Pendidikan pada hari Selasa, 30 Oktober 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar